Rabu, 03 April 2013

MAKNA LEKSIKAL, KONTEKSTUAL, GRAMATIKAL, GAYA BAHASA

TRIA WAHYUNI
VI C
106210445
SEMANTIK BAHASA INDONESIA

1.MAKNA LEKSIKAL
Menurut Depdiknas (2008: 805) Leksikal adalah berkaitan dengan kata; berkaitan dengan leksem; berkaitan dengan kosa kata. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa Makna Leksikal adalah makna yang berkaitan dengan kata, leksem, ataupun kosakata.Makna Leksikal adalah makna dasar sebuah kata yang sesuai dengan kamus. Makna dasar ini melekat pada kata dasar sebuah kata. Makna leksikal juga disebut makna asli sebuah kata yang belum mengalami afiksasi (proses penambahan imbuhan) ataupun penggabungan dengan kata yang lain.
Makna leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dengan bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata) Abdul Chaer (2012: 60). Sedangkan menurut Faizah (2010:70) makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Misalnya leksem air bermakna leksikal "sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari". Dengan kata lain, makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indera manusia, atau makna apa adanya(makna yang ada dalam kamus.
Makna leksikal adalah  makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, makna leksikal ini mempunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya. (Kridalaksana, 2008:149).

2.MAKNA KONTEKSTUAL
Menurut Depdiknas(2008:728) Kontekstual adalah berhubungan dengan konteks.
Menurut Faizah(2010:70) Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada dalam satu konteks. Misalnya makna kata pergi dalam "adik pergi ke sekolah". Makna konteks juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa.
Makna kontekstual menurut kridalaksana (2008:149) adalah hubungan antara ujaran dan situasi dimana ujaran itu dipakai

3. MAKNA GRAMATIKAL
Menurut Depdiknas(2008: 461) Gramatikal adalah sesuai dengan tata bahasa; menurut tata bahasa. Jadi dapat ditarik kesimpulan yakni makan yang sesuai dengan tata bahasa. Sedangkan menurut Hasnah Faizah (2010:70) makna gramatikal adalah makna yang terjadi akibat proses gramatikal (afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Misalnya makna kata pergi dalam “adik pergi ke sekolah”. Makna konteks juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa.
Makna gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya leksem di dalam kalimat. Jadi, makna gramatikal dapat juga disebut makna yang timbul karena beberapa proses bahasa (Pateda 1986)
Setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna, atau nuansa-nuansa makna gramatikal itu.Untuk menyatakan makna 'jamak' bahasa indonesia menggunakan proses reduplikasi seperti kata buku yang bermakna 'sebuah buku', (Chaer,2009:62).

4. GAYA BAHASA
Menurut Depdiknas(2008: 422) gaya bahasa adalah 1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis 2) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; 3)keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra; 4) cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan bentuk tulis atau lisan. Sedangkan menurut Wasrie (2012:120) Gaya bahasa atau majas adalah gaya bahasa dalam bentuk tulisan yang dipakai dalam suatu karangan yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran dari pengarang . Sejalan dengan Permendiknas (2011:121) majas atau gaya bahasa merupakan cara pengarang mengekspresikan jiwa perasaan dan pikirannya dalam media masa.
Menurut Tarigan (2009:4) Gaya bahasa adalah bentuk retorik yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk menyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca. Tarigan membagi gaya bahasa sebagai berikut:


1. Gaya Bahasa Perbandingan
(a) Perumpamaan
Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, serupa, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, dan penaka.
Contoh:
seperti air dengan minyak
ibarat mengejar bayangan

(b) Metafora
Metafora adalah pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan (Poerwadarminta dalam Tarigan 2009:14)
Contoh:
Nani jinak-jinak merpati
Ali mata keranjang

(c) Personifikasi
Personifikasi adalah penginsanaan atau personifikasi, ialah jenis makna yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide abstrak.
Contoh:
Pepohonan tersenyum riang
Tugas menantikan kita

(d) Depersonifikasi
Depersonifikasi adalah gaya bahasa yang membedakan manusia dengan benda mati.
Contoh:
Andai kamu menjadi langit, maka dia menjadi tanah.
Andai kamu langit , dia tanah.
 
(e) Alegori
Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang, merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah objek-objek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan.
Contoh:
Kancil dengan buaya.
Kancil dengan harimau.

(f) Antitesis
Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung semantik yang bertentangan.
Contoh:
Dia bergembira-ria atas kegagalanku dalam ujian itu.
Gadis yang secantik si Ida diperistri oleh si Dedi yang jelek itu. 

(g) Pleonasme dan Tautologi
Pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang sebenarnya tidak perlu (seperti menurut sepanjang adat; saling tolong-menolong).
Contoh:
Saya telah mencatat kejadian itu dengan tangan saya sendiri.
Kami telah memikul peti jenazah itu di atas bahu kami sendiri.

(h) Perifrasis
Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme, namun pada perifrasis kata-kata yang berlebihan itu pada prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja.
Contoh:
Pemuda itu menumpahkan segala isi hati dan segala harapan kepada gadis desa itu. (cinta).
Saya menerima segala saran, petuah, petunjuk yang sangat berharga dari Bapak Lurah. (nasihat).

(i) Antisipasi atau Prolepsis
Antisipasi atau prolepsis adalah sejenis gaya bahasa yang mempunyai makna ‘mendahului’ atau ‘penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi’.
Contoh:
Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari Bapak Bupati.
Jelas seluruh kaum kerabat merasa sedih dan malu, lusa si Dogol dijebloskan ke dalam penjara karena terlibat perjualan ganja.

(j) Koreksi atau Epanortosis
Koreksi atau epanortosis adalah adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah.
Contoh:
Dia benar-benar mencintai Neng Tetty, eh bukan, Neng Terry.
Saya telah membayar iuran sebanyak tujuh juta, tidak, tidak, tujuh ribu rupiah.

2. Gaya Bahasa Pertentangan
(a) Hiperbola
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.
Contoh:
Kurus kering tiada daya kekurangan pangan buat pengganti kelaparan.
Tabunganya berjuta-juta, emasnya berkilo-kilo, sawahnya berhektar-hektar. sebagai pengganti dia orang kaya. 

(b) Litotes
Litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, misalnya untuk merendahkan diri.
Contoh:
Anak itu sama sekali tidak bodoh.
Hasil usahanya tidaklah mengecewakan.

(c) Ironi
Ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok.
Contoh:
Aduh, bersihnya kamar ini, puntung rokok dan sobekan kertas bertebaran di lantai.
O, kamu cepat bangun baru jam sembilan pagi sekarang ini.

(d) Oksimoron
Oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frase yang sama.
Contoh:
Olahraga mendaki gunung memang menarik hati walaupun sangat berbahaya.
Bahan-bahan nuklir dapat dipakai untuk kesejahteraan manusia tetapi dapat juga memusnahkannya.

(e) Paranomasia
Paranomasia adalah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama teatapi bermakna lain.
Contoh:
Oh adinda sayang, akan kutanam bunga tanjung di pantai tanjung hatimu.
Di samping menyukai susunan indah, saya pun mendambakan susunan indah.

(f) Paralipsis
Paralipsis adalah gaya bahasa yang merupakan suatu formula yang dipergunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri.
Contoh:
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menolak doa kita ini, (maaf) bukan maksud saya mengabulkannya.
Biarlah masyarakat mendengar wasiat itu, (maaf) maksud saya membacanya.

(g) Zeugma
Zeugma adalah gaya bahasa yang menggunakan gabungan gramatikal dua buah kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan.
Contoh:
Anak itu memang rajin dan malas di sekolah.
Paman saya nyata sekali bersifat sosial dan egois.

(h) Silepsis
Silepsis adalah gaya bahasa yang mengandung konstruksi gramatikal yang benar, tetapi secara semantik tidak benar.
Contoh:
Wanita itu kehilangan harta dan kehormatannya.
Kakaknya menerima uang dan penghargaan.

(i) Satire
Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu.
Contoh:
Cerita Kosong
jemu aku dengar bicaramu
“kemakmuran
keadilan
kebahagiaan”
Sudah 10 tahun engkau bicara
aku masih tak punya celana
- budak kurus -
pengangkut sampah- 

(j) Inuendo
Inuendo adalah gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.
Contoh:
Jadinya sampai kini Neng Syafirah belum mendapat jodoh kerena setiap ada jejaka yang meminang ia sedikit jual mahal.
Pada pesta tadi malam ia agak sedikit sempoyongan karena terlalu banyak meminum minuman keras.

(k) Antifrasis
Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya.
Contoh:
Mari kita sambut kedatangan sang Raja. (maksudnya si Jongos).
Memang engkau orang pintar! (maksudnya orang bodoh).

(l) Paradoks
Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
Contoh:
Aku kesepian di tengah keramaian.
Dia kedinginan di kota Jakarta yang panas.

(m) Klimaks atau Anabasis
Klimaks atau anabasis adalah gaya bahasa yang terbentuk dari beberapa gagasan yang berturut-turut semakin meningkat kepentingannya.
Contoh:
Setiap guru yang berdiri di depan kelas harus mengetahui, memahami, serta menguasai bahan yang diajarkan.
Seorang guru harus bertindak sebagai pengajar, pembimbing, penyuluh, pengelola, penilai, pemberi kemudahan, atau pendidik yang sejati.

(n) Antiklimaks
Antiklimaks adalah gaya bahasa yang berisi gagasan-gagasan yang berturut-turut semakin berkurang kepentingannya.
Contoh:
Kita hanya dapat merasakan betapa nikmatnya dan mahalnya kemerdekaan bangsa Indonesia, apabila kita mengikuti sejarah perjuangan para pemimpin kita melawan serdadu penjajah.

(o) Dekrementum
Dekrementum adalah sejenis antiklimaks yang berwujud penambahan gagasan yang kurang penting pada gagasan yang penting.
Contoh:
Kita hanya dapat merasakan betapa nikmatnya dan mahalnya
kemerdekaan bangsa Indonesia, apabila kita mengikuti sejarah perjuangan para pemimpin kita serta pertumbuhan darah para prajurit kita melawan serdadu penjajah.
Mereka akan mengakui betapa besarnya jasa orang tua mereka, apabila mereka mengenangkan penderitaan, kegigihan orang tua itu mengasuh dan mendidik mereka. 

(p) Katabasis
Katabasis adalah semacam antiklimaks yang mengurutkan sejumlah gagasan yang semakin kurang penting.
Contoh:
Penataran P4 diberikan kepada para dosen Perguruan Tinggi, para guru SMA, SMP, SD, dan TK.
Pembangunan lima tahun dilaksanakan serentak di Ibu Kota Negara, ibu kota propinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua desa di seluruh Nusantara ini. 

(q) Bator
Bator adalah sejenis antiklimaks yang mengandung penukikan tiba-tiba dari gagasan yang sangat penting ke gagasan yang tidak penting.
Contoh:
Memang kamu seorang perwira yang gagah berani yang disegani oleh anak buahmu, seorang suami yang diperintah dan diperbudak oleh istrimu dalam segala hal. 

(r) Apostrof
Apostrof adalah gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari yang hadir kepada yang tidak hadir.
Contoh:
Wahai roh-roh nenek moyang kami yang berada di negeri atas, tengah, dan bawah, lindungilah warga desaku ini.

(s) Anastrof
Anastrof adalah gaya bahasa yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat.
Contoh:
Datanglah dia, makanlah dia, lalu pulang tanpa ucapan sepatah kata.
Merantaulah dia ke negeri seberang tanpa meninggalkan apa-apa. 

(t) Inversi
Inversi adalah gaya bahasa yang merupakan permutasi urutan SP (subjek-predikat) menjadi PS (predikat-subjek).
Contoh:
Kubaca surat itu berulang-ulang, kucoba menangkap makna yang tersirat di dalamnya.
Kupilih warna yang serasi bagi kain kebaya kakakku.

(u) Apofasis atau preteresio
Apofasis atau preteresio adalah gaya bahasa yang menegaskan sesuatu tetapi nampaknya menyangkalnya.
Contoh:
Saya tidak ingin menyingkapkan dalam rapat ini bahwa putrimu itu telah berbadan dua.
Kami tidak tega mendengar cibiran tetangga bahwa kamulah yang mencuri mobil sedan itu.

(v) Hiperbaton atau histeron proteron
Hiperbaton atau histeron proteron adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis/wajar.
Contoh:
Pidato yang berapi-api pun keluarlah dari mulut orang yang berbicara terbata-bata itu.
Dia membaca cerita itu dengan cepat dengan cara mengejanya kata demi kata.

(w) Hipalase
Hipalase adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari suatu hubungan alamiah antara dua komponen gagasan.
Contoh:
Aku menarik sebuah kendaraan yang resah. (yang resah adalah aku, bukan kendaraan).
Ia duduk pada sebuah bangku yang gelisah. (yang gelisah adalah ia, bukan bangku).

(x) Sinisme
Sinisme adalah gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.
Contoh:
Tidak dapat disangkal lagi bahwa Bapaklah orangnya, sehingga keamanan dan ketentraman di daerah ini akan ludes bersamamu!
Memang Andalah gadis tercantik di sejagat raya ini yang mampu menundukkan segala jejaka di bawah telapak kakimu di seantero dunia ini. 

(y) Sarkasme
Sarkasme adalah gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti hati.
Contoh:
Mulutmu harimaumu.
Tingkah lakumu memalukan kami.
Cara dudukmu menghina kami.

3. Gaya Bahasa Pertautan
(a) Metonimia

Metonimia adalah gaya bahasa yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang lain, barang, atau hal, sebagai penggantinya.
Contoh:
Terkadang pena justru lebih tajam daripada pedang.
Dalam pertandingan kemarin saya hanya memperoleh perunggu sedangkan teman saya perak.

(b) Sinekdoke
Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhaannya atau sebaliknya.
Contoh:
Setiap tahun semakin banyak mulut yang harus diberi makan di Tanah Air kita ini.
Dalam pertandingan final besok malam di Stadion Siliwangi Bandung berhadapanlah Medan dengan Jakarta.

(c) Alusi
Alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan praanggapan adanya pengetahuan yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan para pembaca untuk menagkap pengacuan itu.
Contoh:
Dapatkah kamu bayangkan perjuangan KAMI dan KAPPI pada tahun 1966 menetang rezim Orde Lama dan menegakkan keadilan di tanah air kita ini?

(d) Eufemisme
Eufemisme adalah gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.
Contoh:
tunaaksara pengganti buta huruf
tunanetra pengganti buta; tidak dapat melihat
tunawisma pengganti gelandangan

(e) Eponim
Eponim adalah gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.
Contoh:
Hercules menyatakan kekuatan
Dewi Sri menyatakan kesuburan
Dewi Fortuna menyatakan keberuntungan

(f) Epitet
Epitet adalah gaya bahasa yang mengandung acuan yang mengatakan sesuatu atau ciri khas dari seseorang atau suatu hal.
Contoh:
Lonceng pagi bersahut-sahutan di desa terpencil ini menyonsong mentari bersinar menerangi alam.
(lonceng=ayam jantan)
Putri malam menyambut kedatangan para remaja yang sedang diamuk asmara.
(putri malam=bulan)

(g) Antonomasia
Antonomasia adalah gaya bahasa yang menggunakan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri.
Contoh:
Pangeran menandatangani surat penghargaan tersebut.
Pendeta mengukuhkan perkawinan anak kami di Gereja Bethel.

(h) Erotesis
Erotesis adalah gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang dipergunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan unutuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menuntut suatu jawaban.
Contoh:
Soal ujian tidak sesuai dengan bahan pelajaran. Herankah kita jika nilai pelajaran Bahasa Indonesia pada EBTANAS tahun 1985 ini sangat merosot??

(i) Paralelisme
Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama.
Contoh:
Baik kaum pria maupun kaum wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama secara hukum.
Bukan saja korupsi itu harus dikutuk, tetapi juga harus diberantas di Negara Pancasila ini. 

(j) Elipsis
Elipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya dilaksanakan penanggalan atau penghilangan salah satu atau beberapa unsur penting dalam konstruksi sintaksis yang lengkap.
Contoh:
Mereka ke Jakarta minggu lalu. (penghilangan predikat: pergi, berangkat).
Pulangnya membawa banyak barang berharga serta perabot rumah tangga. (penghilangan subjek: mereka, dia, saya, kami, dan lain-lain).

(k) Gradasi
Gradasi adalah gaya bahasa yang mengandung suatu rangkaian atau urutan paling sedikit tiga kata atau istilah yang secara sintaksis mempunyai satu atau beberapa ciri semantik secara umum dan yang di antaranya paling sedikit satu ciri diulang-ulang dengan perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif.
Contoh:
“Kita malah bermegah juga alam kesengsaraan kita, karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan harapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan.

(l) Asindeton
Asindeton adalah gaya bahasa yang berupa acuan di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.
Contoh:
Ayah, ibu, anak, merupakan inti suatu keluarga.
Hasil utama Tanah Karo adalah jeruk, nenas, kentang, kol, tomat, bawang, sayur putih, jagung, padi. 

(m) Polisindeton
Polisindeton adalah gaya bahasa (yang merupakan kebalikan dari asindeton) yang berupa acuan di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung.
Contoh:
Istri saya menanam nangka dan jambu dan cengkeh dan pepaya di pekarangan rumah kami.
Polisi menangkap Pak Ogah beserta istrinya beserta anak-anaknya beserta pembantunya dan membawanya ke penjara.

4. Gaya Bahasa Perulangan
(a) Aliterasi

Aliterasi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan konsonan yang sama.
Contoh:
Dara damba daku
datang dari danau
Duga dua duka
diam di diriku
Kalau ‘kanda kala kacau
biar bibir biduan bicara

(b) Asonansi
Asonansi adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama.
Contoh:
Muka muda mudah muram
tiada singa tiada biasa
jaga harga tahan harga

Kura-kura dalam perahu
sudah gaharu cendana pula
Pura-pura tidak tahu
Sudah tahu bertanya pula

(c) Antanaklasis
Antanaklasis adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan kata yang sama bunyi dengan makna yang berbeda.
Contoh:
Buah bajunya terlepas membuat buah dadanya hampir-hampir kelihatan.
Saya selalu membawa buah tangan buat buah hati saya, kalau saya pulang dari luar kota. 

(d) Kiasmus
Kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus merupakan inversi antara dua kata dalam satu kalimat.
Contoh:
Yang kaya merasa dirinya miskin, sedangkan yang miskin justru merasa dirinya kaya.
Sudah lazim dalam hidup ini bahwa orang pintar mengaku bodoh, tetapi orang bodoh merasa dirinya pintar.

(e) Epizeukis
Epizeukis adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan langsung atas kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut.
Contoh:
Ingat, kamu harus bertobat, bertobat, sekali lagi bertobat, agar dosa-dosamu diampuni oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Anak-anakku semua, kalian memang harus rajin belajar, ya rajin belajar, agar kalian lulus dalam ujian.

(f) Tautotes
Tautotes adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan atas sebuah kata dalam sebuah konstruksi.
Contoh:
Kakanda mencintai adinda, adinda mencintai kakanda, kakanda dan adinda saling mencintai, adinda dan kakanda menjadi satu.
Aku menuduh kamu, kamu menuduh aku, aku dan kamu saling menuduh, kamu dan aku berseteru.

(g) Anafora
Anafora adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat.
Contoh:
Lupakah engkau bahwa mereka yang membesarkan dan mengasuhmu? Lupakah engkau bahwa keluarga itulah yang menyekolahkanmu sampai ke Perguruan Tinggi? Lupakah engkau bahwa mereka pula yang mengawinkanmu dengan istrimu? Lupakah engkau akan segala budi baik mereka kepadamu?

(h) Epistrofa
Epistrofa adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan.
Contoh:
Kehidupan dalam keluarga adalah sandiwara
Cintamu padaku pada prinsipnya hanyalah sandiwara
Seminar lokakarya, simposium adalah sandiwara
Proses belajar mengajar di dalam kelas adalah sandiwara
Pendeknya hidup kita ini adalah sandiwara

(i) Simploke
 
Simploke adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut.
Contoh:
Kau katakan aku wanita pelacur. Aku katakan biarlah kau katakan aku wanita mesum. Aku katakan biarlah. Kau katakan aku sampah masyarakat. Aku katakan biarlah kau katakan aku penuh dosa. Aku katakan biarlah.

(j) Mesodilopsis
Mesodilopsis adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan kata atau frase di tengah baris atau beberapa kalimat beruntun.
Contoh:
Para pendidik harus meningkatkan kecerdasan bangsa
Para dokter harus meningkatkan kesehatan masyarakat
Para petani harus meningkatkan hasil sawah ladang
Para pengusaha harus meningkatkan hasil usahanya

(k) Epanalepsis
Epanalepsis adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama menjadi terakhir dalam klausa atau kalimat.
Contoh:
Saya akan tetap berusaha mencapai cita-cita saya.
Kami sama sekali tidak melupakan amanat nenek kami.

(l) Anadiplosis
Anadiplosis adalah sejenis gaya bahasa repetisi di mana kata atau frase terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi frase pertama dari klausa atau kalimat berikutnya.
Contoh:
 dalam raga ada darah
dalam darah ada tenaga
dalam tenaga ada daya
dalam daya ada segala


Menurut Pradopo (2010:62-78) bahasa kiasan terbagi atas:
1. Perbandingan
2. Metafora
3. Perumpamaan Epos
4. Allegori
5.Personifikasi
6. Metonimia
7. Sinekdoki 



Daftar Referensi

1. Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
2. Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
3. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
4. Faizah,Hasnah. 2010. Linguistik Umum. Pekanbaru: Cendikia Insani
5. Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
6. Pateda, Masnur.1986. Semantik Leksikal. Ende-Flores: Nusa Indah.
7. Pradopo, Rachmat Djoko. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
8. Tarigan, Henry Guntur.2009.Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.
9. Wasrie, Kusnadi. 2012. Intisari Lengkap Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Indonesia Tera.
10. Peraturan menteri pendidikan nasional. 2011. Buku Pintar EYD, Ejaan yang disempurnakan. Yogyakarta: Cabe Rawit


PERUBAHAN MAKNA


Perubahan makna kata
Bahasa adalah sesuatu yang dinamis, selalu tumbuh dan berkembang. Bahasa seringkali mengalami perubahan, mengglobal atau sebaliknya bahasa bisa tenggelam dan dibawa mati oleh para penuturnya. Sifat dinamis dari bahasa ini juga terjadi dalam ranah makna kata dalam suatu bahasa. Hal ini terjadi karena beberapa faktor. 

Faktor yang menyebabkan perubahan makna

Faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna kata ada dua macam, yakni faktor linguistis dan non-linguistis. Faktor linguistis adalah faktor yang berasal dari dalam bahasa itu sendiri, sedangkan faktor non-linguistis adalah yang berasal dari luar. Dibawah ini adalah beberapa faktor perubahan makna kata yang termasuk dalam faktor linguistis, yakni:
  1. Proses pengimbuhan (afiksasi)
  2. Proses pengulangan (reduplikasi)
  3. Proses penggabungan (komposisi)
Sedangkan yang termasuk dalam faktor non-linguistis adalah sebagai berikut:
  • Berkembangnya sosial dan budaya dalam masyarakat
  • Perkemangan ilmu pengetahuan dan teknologi
  • Adanya suatu asosiasi
  • Perbedaan tanggapan dalam masyarakat baru
  • Adanya pertukaran tanggapan indra, dan
  • Perbedaan pada bidang pemakaian

Beberapa jenis perubahan makna kata

Ada beberapa jenis perubahan makna kata, diantaranya adalah:
  1. Perluasan makna atau generalisasi
Perluasan makna kata adalah gejala pada kata yang pada awalnya hanya punya satu makna menjadi memiliki beberapa makna yang lain. Sebagai contoh kata yang mengalami generalisasi adalah istilah kekerabatan seperti bapak, ibu, kakak dan lain-lain. Misalnya kata kakak yang pada awalnya memiliki arti sebagai saudara sekandung yang lebih tua menjadi luas maknanya menjadi siapa saja yang pantas dianggap sebagai saudara yang lebih tua.
  1. Penyempitan makna atau spesialisasi
Berbeda dengan generalisasi, spesialisasi justru mencakup makna masa kini yang lebih sempit dari masa lalu. Sebagai contoh adalah kata sarjana yang dahulu merupakan orang-orang pandai yang berilmu tinggi. Saat ini makna kata sarjana berubah menjadi lulusan jenjang pendidikan S1 pada disiplin ilmu tertentu saja.
  1. Perubahan secara total
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa makna kata yang ada benar-benar berubah dan sangat jauh berbeda dengan makna sebelumnya. Dalam hal ini contohnya adalah kata “pena” yang dalam bahasa sansakerta artinya bulu. Sekarang ini “pena” berarti alat tulis yang menggunakan tinta.
  1. Ameliorasi
Ameliorasi adalah perubahan makna baru yang dirasakan lebih baik atau lebih tinggi nilainya daripada arti lamanya. Sebagai contoh kata tuna rungu lebih halus dan sopan dibanding tuli, begitu pula tuna wisma lebih baik daripada gelandangan.
  1. Peyorasi
Peyorasi adalah kebalikan dari ameliorasi yang berarti perubahan makna membuat kata baru dirasakan lebih rendah. Misalnya kata pelacur yang lebih rendah daripada tunasusila.
  1. Sinestesia
Sinestesia adalah perubahan makna yang disebabkan persilangan tanggapan antara dua indra yang berbeda sama sekali dalam hal fungsi. Sebagai contoh adalah kata “sedap” digunakan dalam kalimat “wah, suara penyanyi ini sedap sekali”. Kata “sedap” umumnya digunakan untuk indera perasa, namun pada kalimat diatas kata sedap diarahkan kepada indera pendengar.
  1. Asosiasi
Asosiasi adalah perubahan makna yang terjadi akibat adanya persamaan sifat diantara kedua kata. Misalnya kata “amplop” yang tadinya bermakna “secarik kertas untuk menyimpan surat”. Sifatnya yang dapat digunakan menyimpan benda dari kertas, maka kata “amplop” dipakai juga dalam menyatakan makna tentang suap, sogokan atau uang pelicin.
Demikian ulasan kami mengenai perubahan makna kata dalam bahasa. Semoga bermanfaat. (iwan)